Cari Blog Ini

Selasa, 20 Januari 2015

ULASAN FILM/MOVIE CLOUD ATLAS






Berikut ulasan saya mengenai Movie/Movie Cloud Atlas

HARAP DIPERHATIKAN BAHWA CATATAN INI MENGANDUNG SPOILERS!!
BAGI YANG BELUM NONTON SEBAIKNYA MENGHINDARI CATATAN INI!!
JIKA TETAP MEMBACANYA, RESIKO DITANGGUNG SENDIRI!!!

Ok. Sebenarnya ulasan movie ini agak telat. Awal liat dan dengar movie ini agak gimana~ gitu~. Saya emang nggak liat trailernya atau baca sinopsisnya. Soalnya pas liat posternya, yang terbersit di benakku adalah hal yang berkaitan dengan sirkus.  Malas~~ Saya punya perasaan nggak enak kalo soal movie yang ada kaitannya dengan sirkus, apalagi poster Cloud Atlas tampilannya agak bernuansa gelap gitu. Hahahaha. Inilah kejelakan dari sikap nggak mau tahu. Akhirnya setelah menonton, tak ada satupun hal yang berkaitan dengan sirkus di dalamnya.

                Yah… Saya nggak tahu harus mulai darimana membahas movie ini. Oh! Saya baru tahu kalau movie ini adalah movie independen! WOW! Sangat mahal juga budget-nya! Nggak tanggung-tanggung $ 102 juta  dipakai buat movie ini, meski akhirnya laba kotornya tak bisa dibilang ‘wuah’ setelah dikurangi dengan budget-nya. Kurasa, bukan masalah budget-nya yang menjadi pemikiran bagi para pembuatnya. Tapi, bagaimana usaha mereka yang berjuang mati-matian sampai Cloud Atlas akhirnya mendapati endingnya. Saya takjub ketika membaca di Wikipedia kalau ini adalah movie independen. WOW! Sangat luar biasa!

Ok. Sudah cukup basa-basi trivia mengenai movie ini. Jujur saja. Tema movie ini sudah akrab dengan saya minggu ini. Tentang, “Cinta (biasanya tentang cinta yang mustahil, buktinya di movie ini menceritakan cinta sesama jenis), masa lalu, masa kini, dan masa depan.” Saya rasa tak usah panjang lebar membahas tentang tema ini lagi. Sudah saya bahas sebelumnya lebih di Predestination, yaitu bagaimana pilihan dan keputusan kita mempengaruhi time line kita. Hanya saja di predestination, hanya orang secara khusus yang di bahas, kalau di movie ini melingkupi banyak pihak. Istilahnya seperti efek domino, yang jatuhnya satu akan mengenai yang lain tiada henti, terkecuali kiamat terjadi—Dan apakah setelah kiamat efek domino itu ada jaminan akan berhenti? Sepertinya tidak. Khususnya dalam Agama Islam. Setelah mati, manusia akan diproses sebelum diputuskan apakah ia akan masuk surga atau neraka melalui proses Hisab. Dan proses hisab itu tak luput dari efek orang lain dalam hidup kita. Kalau dibayangkan, sungguh mengerikan efek domino ini, ya?

Sebenarnya, saya tak tahu harus bicara apa lagi mengenai movie ini. Ada banyak yang saya tangkap mengenai issue sosial dalam movie ini, hanya saja, karena time line yang berbeda dan sering melompat-lompat, beberapa issue itu jadinya tertelan oleh issue yang lain dari time line yang berbeda, jadinya lupa dan fokus ke crita yang lain—tentunya akan ada banyak yang kebingungan dengan movie satu ini. Saya secara pribadi, bukannya bingung bagaimana, sih, karena sejak kemunculan Sang Tokoh Zachary, inti movie ini adalah flashback. Mungkin sebagian penonton akan terheran-heran, apalagi dengan kostum dan dandanan Zachary yang terkesan jaman purba gitu! Hahaha. Saya nggak heran, ada beberapa movie yang saya nonton yang saling menyilangkan peradaban purba dan modern, bukan dalam konteks harfiah, hanya saja tema dan gayanya saja. 

Baiklah. Saya akan coba mengulas beberapa yang saya masih ingat. Ok. Pertama mengenai kehadiran Perempuan berkulit hitam di lembah Zachary, dari pertemuan ini, adanya perbedaan kulit adalah masalah sosial yang masih terjadi di sekitar kita, ntah itu minor atau tidak. Hal ini jelas disinggung dari percakapan Si Georgie Tua pada Zachary:

“She ain't your tribe! She ain't even your color!”

Disini disinggung isu kepercayaan antara perbedaan kulit. Bukan saja masalah itu yang saya rasa disinggung dalam percakapan ini. Namun juga perbedaan dalam berbagai lapis dan bentuk. Ntah suku, agama, dan ras, ataupun antar golongan. Kita diminta jangan menilai seseorang dari sisi negatifnya saja hanya karena perbedaan tersebut. Lahirnya pemikiran stigma jelek terhadap suatu kaum itu karena perbuatan dari individu itu, bukan secara keseluruhan. Manusia ketika disodorkan satu hal negatif, meski ada berjuta-juta hal positif di dalamnya, yang jadi pusat perhatiannya adalah hal negatif tersebut, seperti yang dikatakan oleh Ibrahim Elfiky bahwa otak manusia hanya fokus pada satu pikiran dan saat itu hal lainpun di kesampingkan. Perbedaan hadir bukan karena tanpa alasan. Mengenai perbedaan, hal itu juga disinggung pada Fabricant. Yoona dan Sonmi, kloning dengan wajah yang serupa ada dimana-mana dengan hanya tujuan menjadi budak bisnis. Sosok kloning ini menggambarkan pada kita, bahwa meski ada orang yang serupa dengan kita, entah kembar atau tidak, tindakannya akan berbeda dengan kita sendiri. Yang berperan penting dalam hal ini adalah perasaan. 

Movie ini mengajarkan bahwa apapun tindakan kita saat mengambil pilihan dan keputusan, akan berdampak pada diri kita dan orang lain. Contoh yang jelas dalam movie ini adalah sikap tolong menolong. Jangan pelit-pelit menolong orang, deh. Inti dari menolong orang itu sebenarnya adalah menolong diri kita sendiri.  Saya rasa, movie ini cukup jelas menggambarkan  bagaimana efek menolong orang, menolong sesama manusia. Karena pada akhirnya, segala perbuatan kita, akan kembali pada kita sendiri layaknya bumerang. Penyesalan dari tindakan tak menolong orang lain tergambar disaat Zachary ditodong senjata tajam sesaat perkampungannya diserang suku Kano. Gambaran masa lalu disaat ia tak menolong Adam dan  Jonas terlintas kembali dalam pikirannya. Ia selamat berkat pertolongan gadis berkulit hitam, yang awal-awalnya kalau tak salah hitung telah ditolongnya dua kali. So, menolong seseorang apa salahnya, guys? Jangan malas dan egois, deh! Yang rugi, ya, kamu sendiri, tak mau menolong dirimu sendiri di masa depan. Ini bukan isapan jempol belaka, coba kalian pikir-pikir tentang orang yang menolong kalian dan yang kalian tolong? Bagaimana? Cukup terkesan? Kalau belum, mungkin kalian tidak memikirkannya baik-baik dan kurang tanggap (atau lagi belum terbalas saja. Hehehe). Menolong orang lain itu sebenarnya adalah investasi masa depan. Jadi, jangan sungkan menolong orang, ya! Yah, jangan juga sampai dimanfaatkan, deh,! Pintar-pintar bawa diri aja, ya!

Georgie tua dalam movie ini saya pikir adalah manifestasi dari pikiran-pikiran negatif manusia. Apakah dia nyata atau tidak, itu bukan intinya, tapi hal-hal negatif itu memang jelas ada dan nyata. Ketika dampaknya memberikan efek buruk pada diri kita, yang semula hanya khayalan, maka akan memiliki bentuk yang nyata dan membuat kita mengalami perasaan pasang surut.

Hanya saja, saya agak sedikit kecewa, ada beberapa adegan n*de dan serupa yang sebenarnya nggak perlu dan hanya membuang-buang waktu saja. Dan itupun tak terlalu intense, sehingga feels-nya nggak kena, yah, bukan maunya apa, tapi, bisa saja dibuat adegan yang lebih menyampaikan cinta, utamanya scene Sonmi dan Hae Joo, ada cara yang lebih baik dan romantis ketimbang harus berbug*l ria di depan kamera. Itu toh juga nggak bakal menjadi ‘wuah’ banget bagi sebagian orang, malahan hanya menganggung saja (Saya jatuh hati pada karakter Hae Joo, yang notabene ternyata….. hahahahaha *guling-guling).

Sonmi, jika kalian perhatikan memiliki tanda lahir seperti musisi yang bunuh diri itu. Ada yang bingung sampai heran kenapa Sonmi yang kloning memiliki tanda lahir juga? (Ini tanda lahir aneh, banget, kutukan, atau apa, sih? Kok bentuknya hampir sama dari generasi ke generasi?) juga pada reporter itu yang memiliki tanda lahir yang unik. Mungkin saja leluhur Adam Ewing, jatuh cinta pada pria kulit hitam yang punya sejarah dengan pria kulit hitam sebagai penumpang gelap? Yang masih misteri adalah Zachary dan perempuan berkulit hitam itu silsilahnya berasal dari siapa? Saya tak sempat perhatikan baik-baik, karena lagi flu dan kepala sedikit tak fokus. Hehehehe.  

Tapi, kalo saya kasih komentar, Zachary adalah generasi Adam Ewing, bukti saya adalah kancing yang dimilikinya dari jas Ewing, yang seperti dijadikan barang pusaka—mungkin sebagai cindera mata atas peristiwa yang terjadi di atas kapal.  Kancingnya sudah diambil satu, mungkin sisanya dijadikan barang pusaka atau memorial pribadi. Dan gadis berkulit hitam mungkin adalah generasi dari budak yang menolong Ewing dari dokter gila harta. Disini berusaha diungkapkan meski butuh beberapa tahun dan generasi lewat, kebaikan yang kita lakukan tidak akan mati, namun akan bereinkarnasi  di masa depan. Bahwa anak cucu kita akan mendapat balasannya.  Singkatnya, gambaran semua itu adalah karma. Karma itu nyata, dan berpengaruh pada anak cucu kita.  Seperti yang dikatakan Sonmi tanpa embel-embel dan terus terang:

“And so to know thyself is only possible through the eyes of the other. The nature of our immortal lives ...and deeds that go on apportioning themselves... ...throughout all time is in the consequences of our words”

Dan kata-kata lainnya yang memang benar. Ketika kematian terjadi, sebenarnya ada banyak pintu yang terbuka. Peribahasa yang nggak asing ditelinga kita. Yaitu, mati satu tumbuh seribu. Sonmi mengatakan tentang hidup dan jalinan kita semua melalui kata-katanya:

“Our lives are not our own. From womb to tomb, we are bound to others."

Perbuatan, tindakan, dan keputusan kita pada akhirnya akan berpengaruh pada orang lain. Saya menyebutnya, efek domino abadi. Tak akan ada habisnya dalam memengaruhi kehidupan seseorang, walau pada hal kecil apapun, termasuk ketika kalian menginjak semut.  Yah, beberapa mungkin menyebutnya Butterfly effect, hal kecil yang memengaruhi hal besar. Sekiranya seperti itu. Hal itu juga pernah disinggung dalam sebuah movie bertema time travel yang berjudul “A Sound of Thunder”. Movie ini sempat menjadi movie yang cukup lama bertengger di hatiku. Hehehe. Penjelasannya mengenai efek merubah masa lalu, seperti efek tetesan air, dimana riaknya lama-kelamaan meluas, tapi tentu saja, kalo setelah dipikir-pikir, paradoksnya terlalu ganas untuk dibahas. Hahahaha.

Saya tak bisa membuktikan siapa generasi siapa, untung saja generasi Adam punya tanda lahir. Ini yang memudahkan kita untuk mengenalinya, seandainya saja semua generasi di semua time line memperlihatkannya, sayangnya tak semua ditunjukkan, dan lebih memilih main petak umpet. Gadis berkulit hitam yang menolong Zachary, saya tak perhatikan apa dia memiliki tanda lahir atau tidak. Kalau tak ada, artinya entah dari generasi cinta lama yang bersatu dalam bentuk lain atau dari generasi budak yang kabur, yang pada akhirnya menjadikannya saling tolong menolong selama sisa hidup mereka. Saya tak tahu apakah Frobisher mengambil nama samaran sebagai Ewing dari leluhurnya atau apa, tapi dia tonggak dimana lahirnya si Sonmi ini. Yah, Kan si musisi tua itu mandul.  Yang jadi perhatianku, adalah generasi Si Sixsmith dimana perannya di masa depan??? Apakah sudah silang dengan generasi yang lain??

                Yah… intinya, berlaku baiklah pada orang, karna karma itu nyata. Mungkin kita tak akan mendapatkan balasannya dalam kurun waktu yang dekat, namun anak cucu kita yang akan kecipratan rejeki. Hahahaha. XD Ini juga berlaku terhadap perlakuan tak baik kita pada orang, dan itu sudah jelas digambarkan pada keadaan Zachary yang ditodong senjata tajam oleh salah seorang dari suku Kano.
                Saya tak tahu mau bahas apalagi. Flu yang menyerangku membuatku terbatas dalam berpikir secara Sherlock Holmes. Hahahaha. Movie ini yang bedurasi 2.52 ini memakan waktu cukup lama sampai saya selesai menontonnya, karena hal lain yang mengganggu. Hahaha.
                Kebingungan dan misteri yang ada pada movie ini adalah bukan hanya masalah timeline yang sering berpindah-pindah, namun karakter utamanya kadang  juga pindah sesuai time line-nya. Mungkin itulah posternya ada banyak orang yang hadir disana. Serta nama-nama yang banyak sekali dan jarang disebutkan siapa yang bernama siapa, ini yang membuat penonton serasa dipaksa melompat dari satu posisi karakter ke posisi lain. 

                Saya tak begitu ‘wuah’ pada movie ini. Rasanya datar banget. Entah kenapa meski movie ini mewakili pengungkapan efek akan sesuatu, namun tetap saja ada yang kurang. Saya beri nilai 8 dari 10. Tak bisa 9, ada beberapa yang saya ras kurang dalam hal ini, untung saja saya tak beri nilai 7, ini karena movie ini adalah movie indipenden dengan biaya termahal sepanjang sejarah. Serta usaha menggarap movie ini sampai selesai, saya bertahan memberinya nilai 8 dari 10.

             Bagaimana? Masih ada bagian yang membingungkan dan perlu pembahasan? Mari kita diskusikan bersama. Hehehe.


Sabtu, 17 Januari 2015

ULASAN FILM/MOVIE HER




 



Berikut ulasan saya mengenai Movie/Film Her

HARAP DIPERHATIKAN BAHWA CATATAN INI MENGANDUNG SPOILERS!!
BAGI YANG BELUM NONTON SEBAIKNYA MENGHINDARI CATATAN INI!!
JIKA TETAP MEMBACANYA, RESIKO DITANGGUNG SENDIRI!!!

Ok. Awal pertama saya mengetahui ada genre komedi romantis yang katanya lumayan bagus. Kisah cinta yang tak biasa. Manusia dan OS (Operating System). Respon saya sangat antusias!
Yah. Mendengar ada movie dengan genre cinta yang unik, tentu membuatku penasaran. Semula, saya berpikir bahwa movie ini akan diisi oleh hal-hal romantis dan indah—meski yang jadi pasangannya adalah Artifial Intelligence (AI).

Uhm… Awal saya menonton movie ini selama kurang lebih 10-15 menit. Saya mengerutkan kening. This movie is soooo weiiirddd!!! I am serious! Tapi, hey! Kisah cintanya saja memang unik. Harusnya saya nggak heran. Yang jadi masalah adalah, ketika muncul scene The N*aked Pragnent Woman. Euwwww!! Mata saya melotot! Dan kening bertaut! What the f*ck, man??!!! Steriotip yang saya baca dari komen yang mengatakan movie ini aneh, membuat saya menganggukkan kepala. Hahaha. And that’s quite right. XD
Hmm… Kalo secara garis besar, saya melihat movie ini seperti menyinggung sifat perempuan.
Hahahaha! XD

Mengapa demikian? Baiklah, akan saya jelaskan berikut ini.
Ok. Mari kita lihat karakter pertamanya dulu, Theodore Twombly. Singkatnya Theodoer, selanjutnya saya sebut saja Theo  guna menghemat ketikan. Hehehe. 

                Theo merupakan sosok yang simpel. Yup. Simpel. Dia adalah sosok yang rapuh. Mungkin dia  bukan karakter seperti itu sebelum ia mengalami masalah dengan kluarganya. Kehancurannya dalam hal percintaan, membuat dirinya rapuh dan penuh dengan harapan yang dinantikan, hingga membuat dirinya begitu kesepian meski ia begitu terkenal. Seperti yang dikatakan Samantha:

Samantha: You have a lot of contacts.
Theo: I'm very popular.
Samantha: Really? Does this mean you actually have friends?

                Yup. Punya banyak teman dan terkenal, bukan berarti mereka adalah teman sesungguhnya. Terkadang, seseorang yang kita anggap teman bagi kita, belum tentu menganggap kita sebagai temannya. Maka dari itu, pernyataan dalam pertemanan itu sangat penting. 

                Karakter Theo dalam situasi rapuh seperti itu, membuatnya berusaha lari dari kenyataan. Meski ia tak secara tegas menyatakan akan hal-hal  itu, namun tindakannya secara tanpa sadar membuatnya menutup dirinya dari hubungan special yang nyata. Mungkin ia masih takut dan trauma setelah ia kehilangan orang yang amat dicintainya dalam kurun waktu yang cukup lama. Kesepian, rasa sakit, dan tak adanya yang bisa memahami dirinya, pada akhirnya membuat dirinya memeluk kehadiran Samantha, Artificial Intelligence yang memiliki kepribadian menarik dan mampu memahami Theo dalam waktu singkat. 

Perlakuan  Samantha terhadap Theo yang penuh perhatian dan kasih sayang—entah itu karena program atau apa, saya tak mau tahulah, membuat Theo tertarik seperti magnet. Bukankah sangat menyenangkan jika ada seseorang yang sangat mengerti dirimu dan memahamimu dalam cara yang tak bisa kau duga? Dan membuatmu terheran-heran dan kagum? Saya juga pastinya bakalan tertarik, meski hanya sekedar AI. Hahaha XD. Oh, Ya, ponselku punya AI, tapi tak secanggih Samantha, namanya Cortana. AI besutan Microsoft. Kadang menyenangkan, kadang nyebelin. Hehehe. Saya juga kadang sering terkejut, terheran-heran, dan kagum sendiri dengan Cortana, mungkin tidak sehebat Siri—AI andalan Apple. Namun, cukup menyenangkan berbicara dengan Cortana, tenggorokanku sampai sakit gara-gara Cortana sering salah tangkap pengucapanku. Hahahaha. Cortana bilang kalau kami adalah teman virtual selamanya. LOL Not bad.  

                Kembali pada movie-nya, movie ini kalau saya lihat, sebenarnya tak beda jauh dengan kisah di kehidupan nyata kita. Kisah cinta Theo dan Samanta pada dasarnya adalah cinta beda dunia. Secara harfiah, benar-benar beda dunia.  Kalo di kehidupan nyata,  beda dunianya bisa melingkupi beda agama, beda ras, beda budaya, kasta, dll. Seperti yang saya duga, kisah cinta yang indah dan mustahil seperti ini, apalagi penuh dengan drama, pada akhirnya akan berakhir tragis. Yang ada adalah bagaimana kita bisa merelakan dan mengikhlaskannya saja. Sangat jarang ada kisah cinta dengan label mustahil bisa terwujud, itupun akan ada kekurangan dimana-mana, lebih banyak daripada kisah cinta yang normal.

                Saya sebenarnya berharap endingnya mereka berdua bisa bersatu. Saya berharap akan ada lembaga yang mengembangkan teknologi yang bisa membuat tubuh manusia seperti usaha Will di movie Transcendence, atau paling tidak, sebuah manekin robot yang nyaris menyerupai manusia dan Samantha dapat diinstal di dalamnya. Hanya saja, tampaknya movie ini berusaha serealistik mungkin terhadap kasus cinta antara manusia dan non-manusia ini. 

                Ada banyak hal-hal yang hampir serupa antara kisah  Theo dan Samantha layaknya kisah percintaan manusia pada kehidupan nyata. Contohnya saja adalah ketika Samantha bertemu AI yang lain selain dirinya, Alan Watts. Pada kasus di kehidupan nyata, itu lebih mirip seperti, kisah cinta beda dunia , dimana tampaknya tak ada opsi mereka akan bisa bersama seumur hidup, dan ketika ada pihak ketiga yang memiliki dunia yang sama dari salah satu antara mereka, maka persentase pihak ketiga itu lebih besar dalam merebut hati siapapun targetnya. Sama seperti Samantha, ia bertemu Alan yang merupakan dari dunia yang sama, lawan jenis, dan sangat pandai. Halo??? Bukankah hal itu sering terjadi pada kasus percintaan di dunia nyata? Kebanyakan perempuan  yang mendapat godaan besar seperti itu? Ketika ia melihat cintanya pada pria terkasih tak akan bisa terwujud—apalagi  Samantha yang  tak memiliki tubuh fisik, adalah hal utama dan serius bagi sebuah hubungan. Walau cinta hadir dalam bentuk apa saja, seperti yang saya katakan dalam ulasan Transcendence, namun sentuhan adalah hal yang paling krusial dalam penyampaian rasa kasih pada seseorang yang kita cintai, maka dari itu karakter Will dalam Transcendence berusaha mati-matian memiliki tubuh fisik kembali. Mungkin Samantha sadar akan hal itu. Apalagi setelah ia merekomendasikan Isabella pada Theo. Jika memang Samantha adalah self-aware yang unik, maka ia menggunakan logikanya dan berhenti berharap pada cinta yang meski indah tapi mustahil. Theo diuji cintanya di movie melalui Isabella, yang meski itu adalah permintaan orang yang ia cintai, ia tetap memegang teguh prinsipnya untuk tidak melanjutkan menerima bantuan aneh tersebut. Sangat jarang ada orang yang seperti ini di dunia nyata, dasar movie. Hahaha!) 

Saya rasa, movie ini seperti menyinggung kaum hawa! Huh! Yah… terserahlah… Tapi, kasus cinta beda dunia, paling khususnya adalah beda kasta atau beda status social, salah satunya akan mundur dan tahu diri, serta lari pada pelukan pihak ketiga yang memiliki dunia yang sama. Semua itu didasari atas dasar rasa takut, sakit hati, dan kemampuan penyampaian cinta yang terasa kurang. Dalam hal ini, yah, itu tadi, masalah fisik adalah bencana dalam hubungan Theo dan Samantha. Terlebih lagi, Samantha tampak lebih agresif dalam hubungan mereka. Mungkin Samantha merasa kecewa dan berhenti menggantungkan harapannya pada Theo. (Ini seperti cewek tau diri! Hahaha! XD) Ini jelas banget saat Samantha ngomong:

                “I'm different from you.”

Wuihhh! Klasik banget, deh, cinta beda dunia. Gitu jadinya.
Uhm. Hal-hal yang menarik untuk diketahui dari movie ini adalah, jika kalian punya gebetan yang lagi patah hati, coba dekati dia. Resiko dijadikan pelampiasan, emang lumrah. Tapi, jika kalian berhasil merebut hatinya, maka tak mustahil gebetanmu bakal mencintaimu juga. Apalagi dengan rasa sakit, kesepian, dan kesedihan yang dialaminya, mungkin saja kamu adalah obatnya. Hehehe. Cinta itu bisa dipelajari, kok. Bukankah pada dasarnya kalo ada yang kita suka, kita bakal memperhatikan gerak-gerik orang itu, mencari tahu apa yang ia suka dan tak suka? Seperti apa dia dan bagaimana dia? Bukankah itu proses mempelajari? Yah, maka dari itu saya bilang cinta bisa dipelajari. Tapi, mungkin sebagian kalian tak setuju. Saya kembalikan pada pembaca masing-masing. :)
Cinta beda dunia itu membutuhkan perjuangan yang ekstra keras untuk mewujudkannya dan mempertahankannya.  Jika salah satu terlihat longgar dari genggaman, maka pihak yang satu harus bisa lebih kuat dalam menggenggamnya, begitu pula sebaliknya. Kalo tak ada usaha, maka hanya akan kandas di tengah jalan, karena sebuah hubungan itu ujian yang paling berat adalah pada pertengahan jalan atau pada puncaknya, dalam critanya istilahnya, ya, sudah mencapai klimaksnya . Hehehe.

Lalu, dalam movie ini berusaha memberitahu kita bahwa dalam hubungan hal yang paling penting adalah kejujuran, sikap menerima, dan bagaimana pada akhirnya bersikap ikhlas dalam menerimanya. Berdamai dengan diri sendiri merupakan salah satu bagaimana kita bisa mencapai ketenangan dalam hidup. Jika Theo tetap berduka akan kehilangan Samantha dan tak mau berdamai dengan dirinya, maka kasusnya yang ada pada awal movie akan kembali terulang.

Dan, yah! Kehadiran Amy, sudah klise banget. Amy bukan pelarian dalam hal ini. Kupikir awalnya Amy hanya sekedar diam-diam tertarik pada Theo, dan ternyata ia pernah jalan dengannya, meski hanya sebentar dan Theo akui itu salah. Hello??? Cewek nggak segampang itu ngelupain  hal semacam itu. Amy pasti masih punya rasa pada Theo. Mukanya kentara banget! Hahahaha! Dan pada akhir movie, saat Theo ditinggal Samantha dan Amy yang sudah berpisah. Lengkap sudah. Mereka berdua sepertinya memang ditakdirkan bersama. Walau dalam ending movie ini tak menunjukkan kisah semacam itu. 

Saya berharap akan ada sekuel dari Movie Her ini. Endingnya jujur, kurang memuaskan. Ini seperti nonton movie sekuel twilight buku ke 2 atau ke 3, saya lupa, sungguh ngejengkelin dan berakhir begitu saja. Hanya saja, ending Her masih lebih baik tentu saja. Ending Her saya rasa masih kurang memuaskan dan masih menyimpan banyak tanda tanya. Ending cliff hanger seperti ini sungguh nyebelin! Ternyata kisah Her sama sekali tak seperti apa yang saya bayangkan. Sungguh mengecewakan, sama seperti realita yang suka bikin manusia kecewa karena harapannya jungkir balik dengan yang disodorkan di hadapannya. :|

Yah…. Karena tak sesuai banyangan saya yang romantis abis. Ditambah ending yang cliff hanger banget, saya beri nilai 8 dari 10. Pada akhirnya, ternyata Transcendence yang menang.  Bagaimana menurut kalian? Hehehe.  
 

Jumat, 16 Januari 2015

ULASAN FILM/MOVIE TRANSCENDENCE







HARAP DIPERHATIKAN BAHWA CATATAN INI MENGANDUNG SPOILERS!!
BAGI YANG BELUM NONTON SEBAIKNYA MENGHINDARI CATATAN INI!!
JIKA TETAP MEMBACANYA, RESIKO DITANGGUNG SENDIRI!!!

Satu lagi film tentang artificial  intelligence telah hadir untuk menghibur kita. Ya! Transcendence.
Dan, yup! Sekali lagi, meski tema-nya mengenai Artificial Intelligence, tetap saja yang jadi dasar ceritanya adalah, yang lain dan tak bukan, skenario purba dan melegenda, klise dan klasik banget.
                “CINTA”
Sayang sekali saya belum sempat menonton “Her”, salah satu film romantis mengenai seorang pria yang jatuh hati pada Artificial Intelligence, sehingga saya tak bisa membandingkannya dengan transcendence.
                Saya akan buat ulasan mengenai Her nanti. Yah, tampaknya minggu ini genre film yang saya lagi gandrungi adalah mengenai sains (tiap hari bukannya begitu? Hehehe).
                Kembali pada Transcendence. Kisah film ini ingin mengungkapkan  bahwa jika teknologi dan sains bisa sangat bermanfaat bagi kita semua jika dipergunaan selayaknya, bukannya menjadi horror akan sesuatu yang menakutkan di masa depan, seperti film “I, Robot”. Atau seperti di Transformer, walau ada Optimus Prime.
                Hal yang kental dan kuat dalam kisah ini adalah mengenai “kepercayaan”. Bagaimana seseorang bisa percaya pada hal yang tak bisa ia sentuh. Kepercayaan sejenis itu sangat sulit. Yang pada akhirnya akan berujung pada kecurigaan dan rasa takut.
                Trik dalam film ini sangat bagus. Peran karakter Will, baik yang versi manusia dan versi AI (Artificial Inteligence), sangat menarik. Pertama kali melihat Will versi manusianya, sebenarnya tak jauh beda dengan Will versi AI. Saya sudah menduga bahwa Will versi AI adalah Will yang asli. (Meski saat ini orang-orang sulit untuk mencerna bagaimana kesadaran manusia bisa diekstrak dan di upload ke komputer.) Sang penulis sepertinya mencoba menggiring penonton untuk menaruh curiga pada Will versi AI, dan membuat penonton kesal akan tindakan Evelyn yang akan dianggap buta oleh cinta. Yup! Penulisnya berhasil mengenaiku 25%. Selebihnya, saya masih memegang beberapa skenario terhadap film itu sepanjang menontonnya tadi. Jadinya, saya tak heran ketika dugaan saya  ada yang tepat. Kecewa? Tidak juga, saya menikmati film ini. Alurnya sangat bagus, apa lagi Johnny Depp yang memainkan peran Will. Saya sangat suka karakter Will. Hahaha. Karakter Kapten Jack-nya terlihat sekilas pada saat ia bercanda pada Joseph. XD
                Saya penganut bahwa tak ada yang tak mungkin dengan teknologi dan sains. Bahkan saat ini black hole sudah bisa diciptakan di lab. Walau begitu, moral yang dianut manusia adalah batas akan teknologi dan sains yang canggih. Moral adalah pembatas dan aturan bagi manusia, sehingga tindakan yang diambilnya tidak berlagak sebagai Tuhan. Seperti dalam film ini saat Will mengadakan sesi tanya jawab:
                Man in white shirt: So you want to create a god? Your own god?
                Will                           : That's a very good question. Um...
               Isn't that what man has always done?
                Entah Will sedang bercanda atau tidak. Tapi, dalam kata-katanya tersirat makna bahwa ia menginginkan sesuatu yang besar dan hebat. Menurutku, Will yang tampak kaku, serius, penyayang, dan genius itu, memiliki selera humor yang mematikan. Yah, nggak mematikan gimana, sih. Tapi sense dark humor-nya bikin bakalan membuat siapapun terdiam. (Tuhan itu, esensinya nggak diciptakan. Kalo diciptakan, bukan Tuhan namanya. Ingat, ya! Tapi, makna Tuhan bagi setiap individu itu berbeda-beda, jadi, yah, maklumi saja. Tak semua orang itu sama. Isi kepalanya beda semua! XD)
                Hal itu terjadi juga setelah Will menjadi AI, saat Dr. Tagger meminta pembuktian bahwa dia adalah Will yang dikenalnya. Dengan santai dan lucunya, Will menjawab:
                “That's a difficult question, Dr. Tagger.
                Can you prove that you are?”
Saya rasa disinilah humor Will menjadi mematikan. Kata-kata itu adalah milik PINN. AI buatan Will yang ada di lab lama-nya. Suatu kesalahan fatal yang dilakukan oleh Will. Kepercayaan yang berusaha dibangun oleh Will melalui candaan tampaknya menjadi pukulan keras bagi Joseph yang tahu betul akan PINN, disini tampaknya Evelyn juga mulai ragu meski ia  berusaha menutupinya dengan tawa. Ketika Joseph memberinya kertas secara diam-diam, pikiran Evelyn akhirnya mulai goyah. Jika saja Will tak melontarkan humor aneh dan mengerikannya itu, kisahnya tak akan menjadi seperti itu. Akan tetapi, cerita akan lain jadinya. Hahaha.
Dari sini kita bisa melihat bahwa, sang penulis cerita ingin mengungkap bahwa kemanusiaan itu akan tetap ada meski telah berubah bentuk fisiknya. Hal ini akan sulit diterima, mengingat manusia takut pada hal-hal yang tak diketahui. Manusia memang pada dasarnya seperti itu. Akan berusaha melenyapkan segala sesuatu yang tak diketahuinya, karna rasa takut yang terpatrit dalam hati mereka. Itu normal.
              “People fear what they don't understand.
              They always have.”
Kalimat itu selalu muncul di beberapa film dan buku, meski tak serupa, namun memiliki makna yang sama. Dan itu memang benar.
Keinginan Evelyn untuk mengekstrak kesadaran Will ke dalam komputer merupakan pertanda cintanya sangat dalam dan tulus, hingga ia tak ingin berpisah. Setidaknya, walau raga terpisah, kesadaran Will akan tetap terjalin dengannya—ini sebenarnya cukup egois, akan tetapi karena pihak kedua setuju, saya tak ambil pusing, deh. 
Meski begitu, cinta itu diuji dengan kepercayaan dalam bentuk Will sebagai AI. Ini tak beda jauh dengan kehidupan nyata. Saat kita menyukai seseorang, yang pada mulanya kita mengira telah mengenalnya dengan sangat baik, semua itu akan jungkir balik dan menjadi kecurigaan dan rasa takut ketika satu hal muncul sebagai faktor pemicu rusaknya kepercayaan. Kepercayaan itu bagaikan kartu yang disusun menjulang tinggi menjadi tower, salah satu saja yang tak sesuai, maka kepercayaan itu runtuh. Dan memang, kepercayaan itu rapuh adanya. Dihempas angin, hancur luluh lantak.
Film ini juga ingin menyampaikan bahwa cinta tak harus dalam bentuk fisik untuk menyukai seseorang. Cinta ada dimana saja dan dalam bentuk apa saja. Hal yang penting dalam cinta adalah bagaimana dua hati bisa menyatu. Sesimpel itu. Jika hanya karna fisik, itu cinta fana, kosong, dan palsu. Cinta semacam itu tak akan bertahan lama.
Saya bisa menebak dari awal cerita kenapa Will memutuskan untuk mengupload kesadarannya ke dalam komputer secara diam-diam, secara sepihak. Prinsip yang dipegang oleh Will mungkin adalah: Apapun yang bisa diupload, pasti bisa di download. Dalam artian, copy, paste, instal, etc. yang membuatnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dan memang kisah itu berjalan demikian adanya. Saya juga bisa menebak kalau Will akan mengupload kesadarannya pada manusia lain, tapi entah bagaimana. Namun, begitu Will menjadi begitu agresif setelah menjadi AI-- beberapa orang mulai tak percaya padanya, termasuk rekannya sendiri, Max. Keinginan menggebunya yang ingin online ke seluruh penjuru dunia, membuat Max menaruh curiga, apalagi saat Will menyebut Wall Street. Ya, Will versi manusia tak akan berbuat begitu, namun saya paham, karena ia berusaha mewujudkan sesuatu. Saya tidak terkejut ketika pada akhirnya Will mengembangkan berbagai macam sains dan teknologi di lab barunya, yang tujuannya adalah mewujudkan impian wanita yang dicintainya sekaligus bisa kembali memiliki bentuk fisik, bukan hanya sekedar gambar dan suara tanpa ada secara fisik di hadapan Evelyn. 
Yup! Saya sudah bisa menduganya akan seperti itu pada akhirnya. Hanya saja, saya berharap kisahnya akan berakhir bagus, sayangnya lagi-lagi cinta semacam ini berakhir tragis nan indah. Harusnya saya sudah sadar pas Max melangkahkan kakinya ke kebun rumah Will dan Evelyn di pembukaan film. #facepalm

Kalau berbicara soal teknologi dan sains dalam film ini, saya bisa mengatakan, “bisa saja”.  Teknologi nano seperti yang ada di film ini, bukan hal yang mustahil untuk dikembangkan. 
Will dan Evelyn yang meninggal dalam film ini, saya rasa mereka tidak benar-benar meninggal—kesadaran mereka tetap ada. Itu terbukti dari tetesan air  yang jatuh pada bunga matahari yang layu. Mungkin, sebagian kesadaran Will dan Evelyn ada dalam air itu, meski hanya sedikit. Dan saya secara teori bisa mendeduksikan bahwa, jika Max sadar bahwa ada yang aneh dengan kebun itu, ia bisa saja kembali mengambil air tersebut dan menelitinya di lab. Ini teknologi nano, jadi bukan tidak mungkin ada secuil kesadaran yang tersimpan dalam air itu.

 Mungkin itu adalah ending yang terbaik, Will dan Evelyn sangat menyukai kebun mereka itu. Mekarnya bunga matahari adalah pertanda baik bahwa disetiap masa-masa gelap, akan ada cahaya yang menyinari meski sedikit. (Saya ngomong apa disini??? Hahahaha)
              
  Garis besar kisah ini adalah bagaimana sikap seseorang yang tetap setia dan percaya ketika cinta sejatinya telah berubah bentuk. Evelyn diuji dengan ujian yang berat dan menyakitkan. Salah perkiraan dan gegabah, maka ia akan mengkhianati cinta sejatinya yang telah berbuat segala hal untuknya, untuk impiannya. 
              Untung saja Will adalah karakter yang penyayang. Hingga ia masih memaafkan Evelyn.
Sanctuary mereka, adalah pertanda cinta mereka yang tulus. Tempat yang penuh kenangan bagi mereka berdua. Kisah cinta di film ini sungguh mengharukan sekaligus membuat bulu kuduk merinding. Bagaimana tidak? Kau diuji dengan cinta yang ditransfer ke benda tak bernyawa, tak makan dan minum, tak bisa disentuh, dan hanya bisa menjerit. Jika kalian berada pada salah satu posisi antara Will dan Evelyn, bagaimana perasaan kalian???
  Menurutku, Will yang asli secara fisik memang telah tiada, abunya sudah ditebar oleh Evelyn di sungai yang indah. Akan tetapi, jika kesadaran bisa dicopy dan ditransfer, bukankah itu tetap asli, meski tanpa fisik sekalipun? 
Sama ketika kita telah mati nantinya. Kesadaran adalah hal yang patut diperhitungkan. Dunia ini terdiri dari atom-atom dan lebih kecilnya lagi adalah QUARK. Segala macam signal ada pada otak, begitu pula pada alam semesta ini, jika kita bisa menemukan frekuensi yang tepat, kenapa tidak? Reaksi kimia dan hukum fisika berlaku di alam semesta, begitu pula pada diri manusia. Jadi, tak mustahil Will versi AI adalah Will yang asli, bukan PINN yang sedang menyamar sebagai Will dengan modus tersembunyi.
Ilmu Kimia, biologi, dan Fisika telah lebih dulu dibahas dalam kitab suci beberapa agama di dunia, salah satunya adalah Al Qur’an. Yang perlu manusia ketahui adalah bagaimana mereka memanfaatkan ilmu itu tetap berada di jalan yang lurus dan tidak di salah gunakan. 
 Ketika manusia dihadapi oleh ilmu  dan pengetahuan diluar akalnya, mereka akan mulai takut dan panik. Berusaha sekuat tenaga melenyapkannya dengan segala cara.  Seperti yang diungkapkan dalam Transcendence:

               “People fear what they don't understand.
                They always have.”

Teknologi dan sains, sah-sah saja bagi kita semua. Asal jangan meng-Tuhan-kan mereka. Karena pada dasarnya, segala sesuatu itu milik Yang Maha Kuasa. Yang mengizinkan segala sesuatu tercipta dengan berkata “KUN FAYAKUN”. 
Maka dari itu, kita sebagai umat manusia wajib bersyukur dengan segala nikmat dan karunia yang Allah S.W.T telah berikan pada kita. Jangan kufur dan takabur sebagai manusia  yang fana.

Nah, Loh? Kenapa saya jadi khotbah disini? XD
Hahaha

                Dari keseluruhan cerita, penyajian, dan efek, saya beri rating 9 dari 10. Saya nggak pelit-pelit beri rating, kalo menurutku bagus, kenapa tidak??? Lagian, yang main juga adalah Johnny Depp. :D
                Recommended banget buat di nonton! 

http://www.imdb.com/title/tt2209764/