Cari Blog Ini

Jumat, 18 Maret 2011

A Memo of My Life part 2

Well. Lanjut lagi! Aku harus membagai postingan ini jadi 2 sesi, soalnya aku mengetik via ponsel, bukan laptop atau komputer.

Hm... Itulah cara aku menerima pertanda itu. Hal-hal yang aneh. Jika aku sadar akan sebuah pertanda, maka aku akan cepat-cepat mengucapkan 'mantra penangkalnya', karena aku tahu akan terjadi sesuatu pada apa yang aku liat tanpa sadar itu.

Terkadang, aku menyalahkan diri sendiri ketika aku gagal menangkap pertanda itu dan merana setelah melihat kejadian buruk itu. Merasa bersalah karena ketidakpekaanku. Seperti bencana yang terjadi minggu lalu. Tapi, kekuasaan Tuhanlah yang berkehendak. Mungkin aku hanya diberi sedikit pertanda atau bocoran, tapi aku kurang pintar dalam menerimanya. Dengan kata lain, aku murid yang bodoh.

Dan, jika aku tahu apa yang akan terjadi. Sanggupkah aku menghentikannya? Aku pikir, aku hanya bertugas untuk meminimalirkan bencana, bukan mencegahnya. Hanya kesimpulan iseng.

Baik. Contoh? Kalian mau contoh? Akan kuberikan. Percaya atau tidak, aku serahkan semua pada kalian, karena jujur saja, 'aku juga tak percaya pada apa yang aku alami, meski hal-hal itu terjadi. Dan aku juga tak percaya pada diriku sendiri.'

Ok. Apa kalian tahu tsunami yang melanda Jepang tanggal 11?
(deep breath)
Seharusnya aku mampu memperkirakannya. I blame myself, but what i can do? Nothing!
Mengapa? Karena aku gagal membaca pertanda yang di berikan padaku. Aku tak mengatakan kalau aku ini istimewa atau apa, karena aku tak merasa demikian.
Fenomena pertanda ini sudah melekat padaku beberapa tahun lalu sampai sekarang.
Mau tahu seperti apa aku menerima pertanda itu?
Well. Ketika aku sedang asyik dengan laptop kesayanganku di Perpustakaan kampus di lantai 3 pada hari Rabu, 9 Maret 2011, aku merasakan getaran layaknya gempa. Saat itu, aku tak memikirkan apapun selain bagaimana download filmku selesai tanpa corrupt. Dan, ketika badanku oleng, seperti tengah diguncang pelan.

Aku tahu. Aku tahu sedang gempa. Tapi, tak ada yang merasakannya. Saat itu, aku tersenyum kecil, berpikir bahwa aku kembali merasakan gempa tanpa ada satu orangpun yang merasakannya di dalam gedung berlantai 6 itu. Kupikir bakal melihat status orang-orang di FB, sibuk dengan status gempa di Makassar. Tapi, g' ada.
Karena kupikir aku berkhayal, entah benar atau tidak, aku melupakannya secara alamiah. Well, sesaat aku berpikir, bagaimana jika saat itu benar-benar tengah gempa besar, bagaimana aku menyelamatkan diri dari lantai 3 kampusku? Hellnot. Lompat dari jendela?
(=_="l)a
please, deh...

Pertanda itu tidak sampai di situ saja. Setelah berusaha mengenyahkan pikiran gempa halusinasiku itu. Ada sebuah dorongan kuat untuk mengakses situs weblog Masahiro Inoue. Ini agak aneh, mengingat aku tak begitu ingin terlibat secara mendalam dengannya. Patah hati. Gitu, deh.

Namun, hari itu akupun mengaksesnya. Sialnya, karena aku terpaksa keluar gara-gara perpus lagi rehat, akupun melupakannya.

Dari dua hal itu, aku harusnya bisa meramalkan bahwa akan ada gempa di Jepang.
Karena, ternyata pada hari itu Jepang memang tengah dilanda gempa. Gempa yang akan memicu perubahan pada dunia pada hari Jumat.

Masih ada lagi. Pada malam jumat, disaat aku tengah sibuk dengan program translate Harry Potter 6 dan berusaha menghapal kata-kata bahasa inggris yang tak kuketahui.
Lagi-lagi aku merasa tengah terjadi gempa, tak ada yang bisa kutanyai akan kepastiannya, soalnya hanya tinggal aku seorang yang belum tidur pada malam itu.
Aku tertawa ketika itu, kupikir aku berhalusinasi lagi.
Maka akupun bertekad untuk segera menyelesaikan program translate itu, dan apakah suatu kebetulan bahwa di Bali tengah terjadi gempa? Aku tak tahu pasti apakah bersamaan dengan gempa halusinasi yang kualami, atau gempa di Bali terjadi sesaat atau sebelum aku mengalami gempa halusinasi itu. Yang jelas, keesokan paginya ketika aku membuka akun FB, seorang temanku di Bali menyatakan kalau disana tengah terjadi gempa, sehingga memaksanya tidur di luar rumah.

Apakah itu kebetulan atau aku hanya merasakan gempa yang tak dirasakan oleh orang lain?
Entahlah.

Hari Jumat saat itu, aku hendak menghapal kosa kata bahasa inggris dari buku Harry Potter 6. Tapi, aku malah ketiduran. Saat itu, memang ada dorongan yang kuat agar aku tak tidur. Kupikir apa salahnya? Toh aku g' ngampus, g' ada kegiatan selain berbaring di kasur tarik-ku sambil menghapal kosa kata. Dan tertidur? Apa yang salah? Ya. Aku tahu. Aku tak seharusnya tidur. Entah mengapa. Aku yakin tak boleh tidur. Tapi, toh, siapa yang mengelak kalau di sodori kasur yang nyaman dan hawa dingin yang membuatmu ngantuk? Aku, mah, pasti teler duluan. Dan itulah yang terjadi.

Sungguh ironis ketika aku terbangun oleh suara berita di TV.
Jepang dilanda gempa dan tsunami.
Saat itulah, aku sadar akan kegagalanku membaca pertanda itu. Aku sempat bingung, karena selama ini aku tak pernah menerima pertanda yang melibatkan peristiwa yang akan tercatat dalam sejarah dunia.
A disaster.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave Your comment!